Krisis Energi : Minyak Bumi atau gas?

Peradaban manusia tidak bisa lepas dari energi. Minyak dan gas memegang peranan penting sebagai supply energi didunia, terutama untuk negara-negara maju. Dapat dibayangkan 60% energi dunia hanya dikonsumsi oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, China, India dan Eropa.  Indonesia pun dapat mengalami krisis energi jika pemerintah tidak ada rencana pengelolaan energi. Namun banyak tantangan yang harus dihadapi sekarang. Indonesia masih bergantung dengan penggunaan minyak bumi untuk keperluan domestik. Padahal produksi minyak Indonesia mengalami trend menurun. Pada tahun 1977 produksi minyak Indonesia adalah 1,68 Juta barel/hari, lalu pada tahun 2009 menurun menjadi 960 ribu barel/hari. Pada tahun lalu 2010 produksi minyak Indonesia hanya 950 ribu barel/hari. Mahalnya minyak dunia akan menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan subsidi lebih besar lagi. Akhirnya masyarakatlah yang harus menanggung akibatnya lewat kenaikan tarif listrik, bahan bakar minyak. Lingkaran setan ini akan sulit terputus jika Indonesia masih bergantung dengan minyak bumi.

Indonesia bukanlah negeri yang kaya akan minyak. Batubara di Indonesia hanyalah 0,5% dunia saja, untuk gas sebesar 1,7% dan minyak hanyalah 0,3% dari persediaan didunia.Adapun cadangan minyak di Indonesia tinggal 12 tahun saja jika dikuras dengan kecepatan seperti saat ini. Pertambahan lapangan minyak di Indonesia sangatlah kecil. Untuk gas Indonesia masih punya cadangan untuk 40 tahun lagi.  Sedangkan yang terbesar adalah batubara dengan cadangan selama 140 tahun kedepan. Untuk kebutuhan domestik saja Indonesia mengimpor 600 ribu barel/hari. Konsentrasi energi masih berada di minyak dan BBM, padahal penemuan-penemuan sumber terbaru justru adalah gas. Masih banyak lagi potensi sumber daya alam Indonesia seperti panas bumi, air, dsb. Oleh karena itu pemerintah harus bisa membagi pemakaian sumber energi sesuai dengan cadangan yang tersedia.

Minyak bukanlah sumber energi yang murah. Sebagai perbandingan untuk menghasilkan listrik sebesar 1 Kwh maka dibutuhkan Rp 2.000 dengan asumsi harga minyak adalah Rp 6.000 per liter. Sedangkan jika memakai gas hanya membutuhkan 10 sen untuk menghasilkan 1 Kwh. Sebuah pertanyaan timbul,  mengapa Indonesia justru memakai energi minyak yang notabene lebih mahal daripada gas? Padahal dengan mengimpor 600 ribu barel/hari Indonesia bukanlah negara kaya minyak. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan Arab Saudi sebagai eksportir minyak yang hanya mengeluarkan 20% minyak untuk kebutuhan domestik. Adapun beban subisidi untuk minyak tidaklah kecil. Pada APBN tahun 2011 untuk BBM saja butuh subsidi 92,7 trilliun rupiah ditambah dengan subsidi listrik 40,7 triliun rupiah. Sedangkan migas sendiri menyumbang pendapatan sebesar 20% dari APBN atau setara dengan 200 triliun rupiah jika APBN Indonesia 1000 triliun rupiah. Sebauh kenaikan minyak 1 dollar per barel dapat menyebabkan defisit anggaran setengah triliun rupiah. Sebuah tugas bagi pemerintah untuk lambat laun mengurangi subsidi BBM karena Indonesia masih mengalami defisit untuk minyak. Untuk beralih menggunakan gas, butuh infrastruktur yang baik agar distribusi ke masyarakat dapat merata. Namun sayangnya pemerintah belum menyiapkan fondasi pembangunan infrastruktur mulai dari 10-20 tahun yang lalu.

Dalam konteks prioritas penggunaan energi, banyak pihak mengatakan untuk meningkatkan lifting minyak. Namun hal tersebut bukanlah perkara mudah karena industri migas sendiri butuh waktu 5-10 tahun untuk berproduksi. Di satu sisi kebutuhan masyarakat akan energi tidak pernah berhenti. Jadi tidaklah mudah untuk mengubah pola konsumsi energi dalam negeri. Sudah saatnya Indonesia tidak hanya bersandar pada minyak bumi  melainkan memanfaatkan berbagai potensi sumber daya alamnya yang lain seperti gas, panas bumi yang notabene lebih murah namun butuh infrastruktur yang baik. Salah satu hal penting juga adalah pendataan mengenai potensi sumber minyak yang ada di Indonesia. Harus ada cadangan pengganti daripada sumber yang sudah tereksploitasi. Pencarian ladang-ldang minyak baru harus terus dilaksanakan. Sehingga jika ada investor yang berminat pemerintah telah siap dengan data cadangan minyak bumi yang ada di Indonesia.

Indonesia menganut fix system dalam kebijakan fiskalnya. Perekonomian baik maupun buruk tidak berpengaruh. Sedangkan dinegara lain menganut fleksibel system. Misalnya di Malaysia revenue open cost. Jika revenue meningkat maka jatah untuk pemerintah meningkat. Begitu pula sebaliknya jika costnya yang naik maka bagian pemerintahnya turun. Oleh karena itu investor lebih memilih luar negeri daripada Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan iklim investasi paling buruk nomor 2 se-Asia setelah Timor-Timur. Banyak tantangan yang dihadapi investor meliputi masalah pembebasan tanah, tumpang tindih tanah, perizinan maupun desentralisasi. Segala kendala tersebut harus mampu diatasi oleh pemerintah jika ingin meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

Salah satu solusi yang ditawarkan adalah beralih menggunakan gas yang lebih murah daripada BBM. Jika ingin membeli gas dari domestik jangan terlalu murah. Masalah Indonesia dimasa lalu adalah pemerintah hanya mau membeli gas domestik dengan harga murah. Jika pemerintah mau membeli gas dengan harga yang pantas maka akan banyak pihak yang mau menjual gas untuk kepentingan domestik. Adapun pada tahun 2011 ini pasokan gas bumi untuk kebutuhan domestik jika dibandingkan dengan ekspor adalah 56,78% atau 4.366 volume milyar BBTUD. Pemerintah harus mampu menjembatani agar gas domestik dijual dengan harga yang pantas namun masih tetap lebih murah daripada BBM, investor mau berinvestasi membangun infrastruktur. Jadi solusi pertama adalah intensifikasi migas. Solusi selanjutnya adalah diversifikasi energi. Indonesia harus mampu mengoptimalisasi potensi energi lainnya seperti gas, panas bumi, batubara, air, dsb. Untuk menumbuhkan iklim tersebut maka harga jual energi tersebut haruslah layak. Lalu diperlukan pula infrastruktur. Pemerintah harus menggunakan energi yang murah dengan potensi yang baik.

Referensi :

Economic Challenge, Metro TV dengan judul Risiko 2011

2 thoughts on “Krisis Energi : Minyak Bumi atau gas?

  1. Pingback: Pemanfaatan Septic Tank Komunal untuk Menciptakan Gili Trawangan yang Hijau dan Mandiri Energi « just for lombok

Leave a comment